Arti Mukallaf
![]() |
Mukallaf |
Mukallaf : (الْمُكَلَّفِيْنْ)
Orang
Mukallaf ialah orang muslim yang dikenai
kewajiban untuk menjalankan perintah dan menjauhi larangan agama, karena telah
dewasa dan berakal (akil baligh) serta telah
mendengar seruan agama.
Baligh
berarti tidak termasuk anak kecil. Anak kecil tidak dibebani perintah (‘Amr)
dan larangan (Nahy) sebagaimana beban
yang ditujukan kepada orang yang sudah baligh.Akan tetapi, anak kecil hendaknya
diperintah melaksanakan ibadah setelah mencapai usia tamyiz sebagai latihan
baginya untuk mengerjakan ketaatan, hendaknya juga dilarang mengerjakan
perbuatan maksiat agar mudah baginya/ terbiasa meninggalkannya.
Berakal
berarti tidak termasuk orang gila. Orang gila tidak dibebani ‘Amr dan Nahy.
Namun hendaknya, ia dicegah dari segala tindakan aniaya terhadap orang lain dan
dicegah agar tidak melakukan kerusakan. Kalau dia mengerjakan sesuatu yang
diperintahkan, maka perbuatannya itu Tidak Sah karena tidak adanya Niyat
tatkala melakukannya.
Di
dalam kitabnya, Kitabul-Iman,Syaikhul Islam ibn Taymiyyah Rahimahullah menuturkan
bahwa,
"Tidak disebut orang yang berakal kecuali orang yang mengetahui kebaikan lalu dia mencarinya, mengetahui keburukan lalu dia meninggalkannya. Apabila seseorang melakukan sesuatu, sementara dirinya mengetahui bahwa sesuatu itu mendatangkan mudharat kepadanya, maka orang semacam ini layaknya orang tidak memiliki akal. Diketahui juga bahwa jika fitrah sudah rusak, maka seseorang tidak merasakan manis dari sesuatu yang sebenarnya manis, atau bahkan menyiksanya. Maka begitulah seseorang yang menikmati sesuatu yang sebenarnya menyiksanya, karena fitrah sudah rusak.Syaikhul Islam ibn Taymiyyah Rahimahullah, Diintisarikan dari Kitabul Iman (Kitab Al-Iman)"
Apa saja yang menjadi
penghalang Taklif?
Beban
taklif ini mempunyai beberapa penghalang, di antaranya yakni:
- Kebodohan
- Keluapaan; dan
- Paksaan
Hal
ini berdasar kepada sabda Rasulullah ,
إِنَّ
اللهَ تَـجَاوَزَ لِـيْ عَنْ أُمَّتِيْ الْـخَطَأَ وَالنِّسْيَانَ وَمَا اسْتُكْرِهُوْا
عَلَيْهِ
"Sesungguhnya
Allah mengampuni ummatku karena kesalahan, kelupaan, dan sesuatu yang
dipaksakan kepada mereka.- Hadits riwayat Ibnu Majah & Baihaqi, An-Nawawi
berkata, ‘Hadits Hasan’. Hadits ini mempunyai beberapa penguat dari Al-Kitab
dan As Sunnah yang menunjukkan keshahihannya.
Penjelasan
- Kebodohan, maksudnya adalah tidak mempunyai ilmu. Jika seorang mukallaf melakukan perbuatan yang diharamkan karena tidak mengetahui bahwa apa yang diperbuatnya itu adalah haram, maka ia tidaklah berdosa. Misalnya, orang yang berbicara ketika sedang mengerjakan Shalatnya karena tidak tahu bahwa berbicara dalam Shalat adalah haram.
- Kelupaan, Adalah ketidak ingatan hati terhadap sesuatu yang diketahuinya. Jika seorang Mukallaf mengerjakan sesuatu yang haram adalah keadaan lupa, maka ia tidaklah berdosa. Misalnya, seseorang makan tatkala ia berpuasa karena lupa.
- Paksaan, adalah mengharuskan seseorang untuk mengerjakan sesuatu yang tidak ia inginkan. Seorang yang dipaksa melakukan sesuatu yang haram, maka dia tidaklah berdosa. Misalnya, seseorang dipaksa berbuat kekafiran, tetapi di dalam hatinya ia tetap beriman. Begitu pula orang yang dipaksa untuk meninggalkan/ melalaikan suatu kewajiban, maka ia tidaklah berdosa selama ia dipaksa.
Penghalang-penghalang dimaksud di atas
hanya berlaku apabila berkaitan dengan hak Allah ﷻ karena (hak
tersebut) dibangun di atas Permaafan dan Rahmat. Adapun jika berkaitan dengan
hak-hak makhluk, maka penghalang-penghalang tersebut tidak menggugurkan
seseorang untuk membayar tanggungan yang wajib jika pemiliknya tidak rela
haknya digugurkan.
Wanita Rasyidah
Dalam
kitabnya, Al-Ushul Min ‘Ilmi-Ushul, Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin رحمه
الله menuturkan bahwa wanita rasyidah adalah wanita yang baligh dan berakal.
Syaikh Muhammad bin
Shalih Al-‘Utsaimin.1424 H (2003 M). Al-Ushul Min ‘Ilmi-Ushul. Kairo:
Darul-‘Aqidah. (Ushul Fiqh. Jogjakarta: Media Hidayah).
Abdul Hakim bin
Amir Abdat Hafizhahullaah. 1431 H (2010 M). Menanti Buah Hati & Hadiah
Untuk yang Dinanti. Jakarta: Pustaka Mu’awiyah bin Abi Sufya
Syaikhul Islam ibn
Taymiyyah Rahimahullah. 1409 H (1988 M). Kitabul Iman. Beirut: Dar Ihya’
Al-Ilmu. (1433 H (2012 M). Al-Iman. Bekasi: Darul Falah).